5 Kampung Tua di Pontianak yang Cocok Buat Mengisi Libur Isra Mi’raj 2021

Alhinduan.Com – libur Isra Mi’raj 2021 yang jatuh pada hari ini (Kamis, 11 Maret 2021) sangat tepat jika diisi dengan kegiatan positif seperti mengunjungi kampung-kampung tua di Pontianak yang sarat akan nilai sejarah dan budaya Islam di Pontianak.

 


Di kalender rumah saya, bahkan hari Jum’at  besoknya juga tanggal merah, keterangannya sih cuti bersama Isra Mi’raj. Wah, kalau tidak ada pengumuman resmi dari pemerintah soal  pembatalan cuti bersama tadi, berarti benar-benar long weekend dong kita. Hasyeek!

Daripada bete di rumah, mending kita piknik yang dekat-dekat saja di dalam kota. Buat kamu yang berada di Pontianak dan selama ini cuma liburan ke mall seharian,

Berikut  5 Kampung Tua di Pontianak yang Cocok Buat Mengisi Libur Isra’ Mi’raj  kamu.  Ada yang sudah pernah ke sini?

Kampung Bansir

Sebagian besar masyarakat yang tinggal Kampung Bansir adalah warga keturunan Arab. Berdasarkan cerita orang-orang tua di sana, nama Bansir diambil dari nama pendiri kampung tersebut, Syekh Umar bin Achmad Bansir. Peninggalan sejarah yang samapi saat ini masih tetap terpelihara adalah Masjid Baitul Makmur Kampung Bansir.



Masjid Baitul Makmur merupakan masjid tertua kedua di Kota Pontianak setelah Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman Alkadrie. Syekh Umar sendiri merupakan salah satu Qadi di Kerajaan Pontianak di masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman bin Habib Husain Alkadrie (1771—1808).

Salah seorang keturunan Syekh Umar bin Achmad Bansir yang terkenal adalah Sulaiman Al Bansir atau yang kerap disapa Ami Sulai. Ami Sulai ini terkenal karena merupakan seorang pengrajin Sulaman Kalengkang bagi para Sultan Pontianak.

Kampung Beting

Kampung beting merupakan kampung pertama setelah dibangunnya istana Kadariah Pontianak pada 23 Oktober 1771. Kampung Beting berada tepat di belakang Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman Alkadrie, Pontianak.



Sebagai pusat kerajaan di masa lampau, kampung ini memiliki elemen arsitektur berupa langgar (elemen peribadatan), kopol (dermaga), tiga buah rumah besa’ (tempat bermusyawarah) dari tiga tokoh suku berbeda, rumah balai (elemen pemerintahan) dan makam.

Bentuk tatanan dari konfigurasi kampung dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas stylistic systemphysical system dan spatial system.

Susunan dari sistem tersebut terdiri atas elemen-elemen atau unsur-unsur pembentuk lingkungan yang terwujud di dalam suatu kawasan dan menjadi penunjang aktivitas perilaku kehidupan manusia.

Latar belakang sosial-kultural dan tingkat adaptasi masyarakat cenderung beragam. Elemen-elemen dan tatanannya menjadi artefak dari cerminan karakter wujud kebudayaan dalam permukiman tersebut. (Sari, 2013, 2014)

Posisi Kampung, berada tepat di belakang mesjid dan posisi mesjid sejajar dengan letak Istana Kadariah Pontianak. Letak istana tersebut berada di pertigaan sungai Kapuas dan sungai Landak.

Pada masa lampau jalur sungai ini digunakan sebagai akses utama dan merupakan jalur perdagangan yang dilalui dari berbagai wilayah. (rujak.org)

Kini, Kampung Beting sangat terkenal dengan ‘kampung narkoba’ sejak ramainya pendatang dari luar Kalbar bermukim di sini. Peredaran narkoba begitu marak di Beting hingga detik ini.

Kampung Arab

Kampung Arab merupakan sebuah kampung tua di wilayah Kelurahan Dalam Bugis,Kecamatan Pontianak Timur. Terletak di Jalan Tanjung Raya I tak jauh dari Istana Kadariyah Kesultanan Pontianak dan Masjid Jami Sultan Abdurrahman Alkadrie.

Hasil penelitian Iwan Ramadhan, Agus Sastrawan Noor, Supriadi menunjukkan bahwa proses asimilasi perkawinan Arab-Melayu di Kampung Arab bagi pasangan suami beretnis keturunan Arab dan istri beretnis Melayu menjalani hubungan yang harmonis.


Di Kampung Arab banyak terdapat rumah tua berarsitektur khas Melayu milik para keluarga Arab yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Beberapa di antaranya rumah milik keluarga Assegaf  berusia 200 tahun.

Ada juga rumah tua milik keluarga Attamimi, keluarga Bafaloga, keluarga Baragbah serta keluarga Alkadrie.

Kampung Luar

Kawasan Kampung Luar merupakan satu dari tiga kampung tua yang masuk wilayah Kelurahan Tambelan Sampit, Pontianak Timur. Selain Kampung Luar juga terdapat dua kampung tua lain, Kampung Tambelan dan Kampung Sampit.



Kampung ini berada tepat di pinggir Kapuas, di samping Pasar Kenanga-yang lebih akrab disebut Pasar Senggol oleh penduduk sekitar, dan di seberang Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman Alkadrie.

Letak Kampung Luar tak jauh dari Kampung Beting yang berada di belakang Masjid Jami serta Kampung Dalam Bugis yang mana terdapat Istana Kesultanan Kadariyah Pontianak. Semuanya dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki beberapa menit saja dari Kampung Luar.

 

Konon, penamaan Kampung Luar karena adanya pembagian wilayah antara dua putra Sultan Pontianak waktu itu. seorang pangeran mendapat wilayah di lingkungan dalam Istana dan seorang lagi menguasai wilayah di luar Istana.

Di Kampung Luar, banyak tinggal kerabat kesultanan Pontianak. Beberapa di antaranya mendiami rumah-rumah tua berarsitektur khas Melayu yang berusia di atas 100 tahun. Semua pemilik rumah tersebut merupakan keturunan Arab yang di sini dikenaldengan gelar Syarif/ Syarifah.

Sebagai kampung tua yang terdiri dari tiga etnis mayoritas: Keturunan Arab, Melayu-Bugis, dan Madura, di Kampung Luar juga terdapat banyak rumah tua berarsitektur Melayu yang berusia di atas 100 tahun.

Beberapa orang masih membuat kue tradisional khas Melayu Pontianak seperti roti kap (baik yang original maupun isi nenas) dan Kue Merekeh yang hanya dibuat menjelang Hari Raya Idul Fitri saat banyak orderan.

 

Kampung Tambelan

Kampung Tambelan merupakan satu dari tiga kampung tua dan bersejarah di wilayah Kelurahan Tambelan Sampit, Pontianak Timur, selain Kampung Luar dan Kampung Sampit.

Di Tambelan juga terdapat dua buah rumah tua berarsitektur Melayu yang berusia 200 tahun serta makam tua Panglima A Rani yang terbuat dari batu berusia ratusan tahun.

 


Sejarah Hadrah Kampung Tambelan

Saya berkesempatan mendengar penuturan seorang pemuda Kampung Tambelan, Ismail bin Kasim, mengenai sejarah Hadrah/ Tar Kampung Tambelan. Ismail mengajar anak-anak Kampung Tambelan bermain Hadrah di surau setiap malam Jumat.

 

Ismail menuturkan, Seni Hadrah sudah ada sejak zaman kakeknya, terdiri dari maulid Syaiful Anam, barzanzi, dan hadrah biasa. Untuk acara gunting rambut biasanya yang dibawakan Barzanji atau Syaiful Anam (Asrakal). Syair ada tiga jenis; Selendang Delima, Siti Zubaida, dan Tajul Muluk.

 

Selendang Delima sering dibawakan Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar; Siti Zubaida (irama/tempo menghentak) biasa dibawakan di Malaysia dan terakhir Tajul Muluk, termasuk jarang dibawakan. jenis lagu dalam Pukulan Tar yang sering digunakan ada 3; Haban/ Sion, Terus, dan Maradeh.

 

Kuliner Khas Kampung Tambelan

Farhan bin Ahmad Ar Rasyid, penggiat budaya Kampung Tambelan, menyebut beberapa makanan khas Kampung Tambelan seperti kue deram, gule kacang, cucur telur, bubur lambok, batang burok, madu kandis, tumpor, dan kue bangket.

 

Seru, ya, kalau kita bisa menghabiskan libur Isra Mi’raj 2021 dengan napak tilas ke 5 kampung tua dan bersejarah tadi.

No comments

Powered by Blogger.