Jelajah Kota Jaga Sejarah


Sore itu (Jum’at, 17/1/2020) saya mengikuti acara wisata sejarah bertajuk ‘Jelajah Kota Jaga Sejarah’ yang diadakan teman-teman KUWAS (Komunitas Wisata Sejarah) Pontianak, komunitas pencinta wisata dan sejarah yang diinisiatori oleh Haris Firmansyah dan Ahmad Sofyan DZ. Selepas sholat ashar bersama di Masjid Baiturrahman Jalan Tanjungpura yang tepat berada di samping Rumah Makan Sahara, para peserta-termasuk saya-mengadakan napak tilas terbitnya edisi pertama Majalah Kesedaran yang terbit pada 17 Januari 1940 yang memberitakan tentang Persatuan Anak Borneo (PAB) yang mana sekretariat mereka tepat berada di samping Masjid Baiturahman atau sekarang telah menjadi RM. Sahara. Dua tokoh penting di Pontianak, Gusti Sulung Lelanang dan Tuan Bosri (baca: Busri) bin Hadji Mohammad Thahir merupakan pengurus inti PAB.





Setelah berkumpul di halaman masjid untuk mendengar pembacaan isi majalah tentang Rapat Anggota PAB Cabang Pontianak dan berita wafatnya Tuan Bosri oleh pengurus KUWAS, kami melanjutkan perjalanan menuju Seng Hie untuk kemudian men-carter speedboat (baca: sepid) seharga 30.000 rupiah per orang, menuju lokasi bekas pabrik karet milik almarhum Tuan Bosri bin Hadji Mohammad Thahir bernama Bosri Rubber Work. Sayang, beliau meninggal muda dalam usia 33 tahun karena penyakit perut (kemungkinan kanker usus).




Sejarah Borneo Rubber Work

Sepid yang kami tumpangi berhenti tepat di halaman Kafe Tempias Kopi 212. Kami naik dan disambut oleh Pak Azhari yang merupakan cucu langsung almarhum Tuan Bosri. Dia menuturkan, bahwa Tuan Bosri sempat menjadi penasehat Sultan Muhammad Alkadri. Tuan Bosri bin HM Thahir merupakan saudagar pribumi pertama yang memiliki kebun karet luas dan akhirnya mendirikan pabrik karet pertama dan terbesar di Pontianak yang berlokasi di Pontianak Timur. Sekarang masuk wilayah Jalan HM. Yusuf Saigon, Kelurahan Banjar Serasan, tepatnya di halaman depan Kafe Tempias Kopi 212. Selain pabrik, Tuan Bosri juga memiliki gudang penampung hasil karet. Tuan Bosri merupakan keponakan H. Mohammad Saigon-yang namanya diabadikan sebagai nama Kelurahan Saigon, Pontianak Timur, sekaligus cucu H. Abdul Karim. Dari gabungan nama H.M. Saigon dan paman beliau, Hadji Abdul Karim inilah cikal bakal nama jalan H.M. Yusuf Karim di Kelurahan Banjar Serasan. Kebetulan mereka berdua, paman dan keponakan ini, berasal dari suku Banjar. Yusuf Saigon juga dikenal sebagai tokoh agama di Pontianak.




“Bosri Rubber Work merupakan pabrik karet pertama di Pontianak yang berdiri pada 1930-an. Selain mengolah karet, Bosri Rubber Work juga mengolah buah tengkawang, sabun, dan sirup limun,”kata Azhari. Karena piawai berbisnis, banyak pihak menyokong usaha Tuan Bosri. Salah satunya Hadji Harun, mertua Tuan Bosri, yang mengimpor mesin-mesin pabrik dari Siangapura. Total BRW memiliki sepuluh mesin giling saat itu.



“Setelah Tuan Busri meninggal, usahanya kemudian diambil alih oleh saudara laki-lakinya lalu kemudian mengganti nama Bosri Rubber Work menjadi Borneo Rubber Work (BRW). Terakhir pabrik  masih ada sekitar tahun 1960-1970. Namun, karena tidak piawai mengelola bisnis, akhirnya pabrik karet tertua dan terbesar di Pontianak itu pun dijual ke pengusaha Tionghoa,” lanjut Azhari.
Seusai berfoto bersama, kami bertolak kembali ke Masjid Baiturrahman dan menutup senja yang indah hari itu dengan sholat magrib berjamaah di sana. Setelah itu, semua peserta dan panitia kembali ke rumah masing-masing.





No comments

Powered by Blogger.