Nyanyian Hati Yufita, Tentang Minimnya Jumlah Penulis Skenario Film di Kalbar
Alhinduan.Com-
setelah sekitar tiga bulan-selama wabah pandemi Covid-19 berlangsung-kolom
Woman di blog alhinduan.com ini belum di update karena saya belum sempat
mewawancarai narasumber baru, setelah Corona mulai menurun, saya langsung
tancap gas.
Kali
ini saya bertandang ke rumah seorang perempuan sekaligus penulis naskah drama,
kritik sastra, dan skenario film senior di Kalbar, Yufita, kerap disapa Yo atau
Kak Yo. Di antara sedikit sekali perempuan penulis skenario film di Kalbar, Yo
adalah salah satunya.
Perempuan Penulis Skenario Film ini mulai menulis naskah drama sejak
1994 di Sanggar Kiprah, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di bawah naungan
FKIP Untan, tempatnya kuliah waktu itu.
“Di
sanggar itu ada pilihan kelas teater, tari, dan penulisan. Saya memilih bidang
teater,” jelas Yo.
Tahun
1994 pula dia menjadi sekretaris di Sanggar Kiprah. Tiga bulan setelah itu dia menggantikan
ketua sanggar yang berhalangan, sedang jabatan sekretaris diserahkan ke temannya.
Yufita menjadi ketua selama dua periode.
Naskah
drama pertama yang ditulis Kak Yo berjudul KURSI yang
diselesaikan dalam satu malam. Dipentaskan di kampus Untan di acara dialog seniman yang mana isi
dialog tersebut membahas pementasan drama tetaer KURSI. Selain menulis naskah,
Yufita juga menjadi sutradara dan pemain teater KURSI.
Naskah
itu beberapa kali dipentaskan oleh berbagai komunitas berbeda. Yo dan Sanggar Kiprah juga berhasil membawa drama KURSI dipentaskan di Taman Budaya Kalbar. Sejak itu dia mulai
mengenal para seniman Taman Budaya saat awal kuliah di FKIP Untan pada 1993.
“Waktu
itu saya sering pergi dan berdiskusi ke rumah seniman senior seperti almarhum
Yosi Pontian, Yudhiswara, dan almarhum Yusakh Ananda. Akhirnya saya diajak mentas
di Taman Budaya,” kata perempuan kelahiran Pontianak ini.
Menulis Naskah Skenario Film
Tahun
1999 pertama kali Yo menulis skenario film tentang cikal bakal putri junjung
buih, judulnya Dara Muning di Bumi Ale-Ale. Dia juga menjadi sutradara.
Setelah
itu Yo mulai menulis kritik sastra sampai sekitar 2003. Setiap dua minggu
sekali dimuat di AP Post. Yo juga sempat menjadi reporter di Kalbar Post dan
pernah menjabat sebagai anggota Komite Teater dan Ketua Komite Sastra di Dewan
Kesenian Kota Pontianak.
Beberapa
naskah teater yang dia tulis dan sempat dipentaskan di Taman Budaya Kalbar
berjudul Hitam, Kursi, Batu Balah-Batu Betangkup, Bujang Bekung dan Dara
Dondang, dan Bangkit.
Naskah-naskah
itu pula yang membuat Yufita
direkomendasikan oleh Taman Budaya Kalbar menghadiri Konferensi Perempuan
Penulis Naskah Panggung Sedunia di Jakarta (Women Playwright International
Conference) di Jakarta pada 2007 silam.
Pada
2011 lalu, Yo menulis FTV di TVRI Kalbar untuk film berjudul “Salam Rindu Buat
Khatulistiwa” dengan sutradara Agung Trihadmodjo. Di tahun yang sama dia diajak
Balai Kajian Sejarah Kalbar membuat film dokumenter tentang Bidai, yang mana Yo
berperan sebagai penulis dan sutradara.
Pada
2016 Yufita menulis skrip film drama bertema traveling ‘Dari Bengkayang untuk
Indonesia” produksi KNPI Kabupaten Bengkayang dengan sutradara Edi Kumal,
kameramen Akil Budi Patriawan dan salah seorang aktor sekaligus penyair senior
Kalbar, Pradono.
Nyanyian Hati Yufita
“Nyanyian
Hati itu judul buku antologi puisi yang diterbitkan oleh Siger Publisher pada
2019 lalu,”jelasnya.
Beberapa
puisi karya Yo dimuat dalam buku
antologi puisi yang diterbitkan oleh Siger Publisher tahun lalu, bersama karya
13 penyair lain di tanah air. Beberapa judul puisi karya Yo yang dimuat di
antaranya Rerindu, Sepotong Senja, Dursasana, Ke Kubur Sunyi, dan Hujan Mampir
di Kotaku. Di 2017/2018 lalu, puisi karya Yo juga dibukukan dalam buku antologi puisi esay yang digagas Denni JA
Menurut
salah seorang penulis perempuan senior di Kalbar ini, penyebab minimnya jumlah
penulis skenario di Kalbar karena saat ini hubungan antar pekerja seni di Kalbar
sudah mulai renggang. Yo berharap banyak lahir penulis skenario film di Kalbar
yang mau mengekspos tentang daerahnya dan digiatkan lagi forum pertemuan antar
seniman lintas bidang.
“Kalau
dulu sering ketemu dan membahas tentang puisi, cerpen, dan karya lain. Termasuk
pertemuan lintas bidang seperti para penulis dan film. Saya lihat sekarang
jarang ada pertemuan lintas bidang di Kalbar.”
Yufita
berkisah, dulu yang jadi perekat seperti Pradono, dengan Klepon (Komunitas Lesehan Pontianak) yang ia dirikan, Rully Nasrullah pengagas Komunitas
Santri IAIN, juga Hatta Budi Kurniawan yang pernah mengetuai Teater Bagus Jelek
UMP (Universitas Muhamadiyah Pontianak).
"Saya waktu itu melatih adik-adikdi Bagus-Jelek UMP bersama Hatta Budi Kurniawan. saya juga bersama Rully Nasrullah melatih adik-adik di Komsan STAIN. kami selalu berupaya terus menjaga komunikasi dan sering berdiskusi," ujar Yo.
"Saya waktu itu melatih adik-adikdi Bagus-Jelek UMP bersama Hatta Budi Kurniawan. saya juga bersama Rully Nasrullah melatih adik-adik di Komsan STAIN. kami selalu berupaya terus menjaga komunikasi dan sering berdiskusi," ujar Yo.
“Saat
ini saya tengah menyusun buku kumpulan artikel karya seorang dosen di Samarinda
berjudul ‘Mozaik Kota Ramah Lingkungan,” tutupnya.
No comments