Susur Budaya di Kampung Tambelan



Alhinduan.Com- Kampung Tambelan merupakan satu dari tiga kampung tua dan bersejarah di Pontianak, selain Kampung Kamboja dan Kampung Bangka. Kampung Tambelan berlokasi di Kelurahan Tambelan Sampit, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.

Saat melakukan kegiatan Susur Budaya di Kampung Tambelan bersama teman-teman dari Kelas Menulis Enggang Khatulistiwa, saya dan kawan-kawan disambut oleh beberapa pemuda Kampung Tambelan serta seorang budayawan Melayu asal Tambelan,  Abdul Malik MS yang kerap disapa Pak Malik.

penulis bersama Pak Malik


Abdul Malik MS (63 tahun) merupakan Ketua Divisi Seni Budaya Melayu POM (Persatuan Orang Melayu) Kota Pontianak. Malik pernah tampil di Ruai TV dalam program Ruang Sastra. Dia juga merupakan penyanyi lagu-lagu Melayu.



Malik menekuni seni pantun sejak menikah tahun 1973 hingga saat ini. Lelaki paruh baya ini juga sering diminta berpantun di acara pernikahan adat melayu. Abdul Malik seorang ASN yang pensiun tahun 2011. Sejak pensiun, Malik fokus menekuni seni pantun dan syair khas Melayu Pontianak.

Sejarah Hadrah Kampung Tambelan
Selain berbincang dengan Pak Malik, saya juga berkesempatan mendengar penuturan seorang pemuda Kampung Tambelan, Ismail bin Kasim, mengenai sejarah Hadrah/ Tar Kampung Tambelan. Ismail mengajar anak-anak Kampung Tambelan bermain Hadrah di surau setiap malam Jumat.

penulis bersama para tokohpemuda Kampung Tambelan 


Dia sudah menekuni hadrah sejak umur 7 tahun. Di tambelan sendiri, seni hadrah sudah ada sejak zaman Sultan Syarif Kasim Alkadrie. “Dulu, Kampung Tambelan dikenal dengan seni hadrah, orang kampung menyebutnya Tar. Hadrah sudah ada di Kampung Tambelan sejak zaman Sultan Hamid II.”  

Sultan Hamid II memerintahkan setiap malam jumat harus ada hadrah di keraton. Musik Hadrah terbagi dua,akordion gendang dan biola. Ada juga yang dikemas melalui orgen tunggal. Personilnya sekitar lima hingga tujuh orang.

Ismail menuturkan, Seni Hadrah sudah ada sejak zaman kakeknya, terdiri dari maulid Syaiful Anam, barzanzi, dan hadrah biasa. Untuk acara gunting rambut biasanya yang dibawakan Barzanji atau Syaiful Anam (Asrakal). Syair ada tiga jenis; Selendang Delima, Siti Zubaida, dan Tajul Muluk.

Tim Hadrah pemuda Tambelan sedang memegang Tar

Selendang Delima sering dibawakan Majelis Adat Budaya Melayu Kalbar; Siti Zubaida (irama/tempo menghentak) biasa dibawakan di Malaysia dan terakhir Tajul Muluk, termasuk jarang dibawakan. jenis lagu dalam Pukulan Tar yang sering digunakan ada 3; Haban/ Sion, Terus, dan Maradeh.

“Kami terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar secara gratis. Kami hanya ingin seni ini bisa diwariskan dan didukung penuh oleh pemerintah. Sekarang, seni Hadrah hampir tertutupi oleh Marawis (Qasidah yang dibawakan para ibu pengajian dan tidak memakai Tar)”, tutup Ismail.

Saat ini, satu-satunya pembuat alat musik Tar di Pontianak bernama Herry Sakhbani. Herry tinggal di wilayah Pecinan Jalan Gajahmada, Pontianak. Herry membuat pesanan bagi konsumen yang berasal dari Kota Pontianak, Teluk Batang di Kayong Utara, Kuburaya, Mempawah, hingga Kapuas Hulu.

penulis bersama Pak Herry

Lelaki 48 tahun ini menjelaskan, satu set Tar berisi tiga buah alat musik, yang dijual seharga Rp5 juta-Rp8juta, tergantung kualitas bunyi Tar tersebut saat dipukul. Dia juga menjual secara terpisah tas dari kuit untuk membungkus Tar seharga Rp400.000,00 untuk satu set tas yang berisi tiga buah alat musik Tar.

alat musik Hadrah/ Tar

Kulit Tar terbuat dari kulit sapi yang telah dijemur terlebih dahulu selama tiga pekan. Setelah kering, kulit dipasang ke tawang Tar yang disebut proses penyanggitan. Herry mengerjakannya di workshop miliknya yang tepat berada di samping rumahnya di Gajahmada.

tas kulit pembungkus Tar


Herry juga menggunakan kayu jenis Leban untuk membuat Tar, dan Ciring yang terbuat dari bahan kuningan yang dibeli di Jakarta. Satu set Ciring berisi 18 buah yang dia banderol seharga Rp2.500.000,00.

Ciring


Kuliner Khas Kampung Tambelan
Farhan bin Ahmad Ar Rasyid, penggiat budaya Kampung Tambelan, menyebut beberapa makanan khas Kampung Tambelan seperti kue deram, gule kacang, cucur telur, bubur lambok, batang burok, madu kandis, tumpor, dan kue bangket.

Bubur Lambok


Sedang untuk makanan ‘berat’ berupa Pacri Nenas khas Melayu dan Asam Pedas Raje, yang terdiri dari kikil sapi dan kentang. Minuman khas Kampung Tambelan berupa air serbat yang terbuat dari sirup pandan berwarna merah dan diberi rempah-rempah. Air Serbat juga identik sebagai ‘air pengusir’ para tamu.

Dulunya asam pedas ini menjadi santapan favorit para sultan Pontianak. Kini, sudah tidak ada lagi yang bisa membuat Asam Pedas Raje. Hanya tersisa tiga orang ibu yang masih bisa membuat makanan khas Kampung Tambelan tempo dulu.

Komunitas Komeng Selma
Saat ini pemuda Tambelan melestarikan pemakaian kain pelekat/sarung, teluk belanga dan kopiah. Mereka bergabung dalam Komunitas Komeng Selma (KOpiah MEreNG SELendang MAyang) yang diketuai Nizar Pahlevi, sebagai wadah perkumpulan budaya bagi para Pemuda Kampung Tambelan.



Komeng Selma dibentuk pada Maret 2018 dan sudah berbadan hukum dengan akte notaris sebgai penguat. Sebagai pemuda asli Kampung Tambelan, Nizar berharap,Pemerintah Kota Pontianak menjadikan kampungnya sebagai destinasi wisata budaya dan religi di Pontianak.

Kampung Wisata Religi dan Budaya di Tambelan
Sejak 2019, Pemerintah Kota Pontianak memang mulai giat membangun Kampung Wisata guna mengantisipasi minimnya obyek wisata alam eperti gunung, pantai, bukit, dan air terjun, yang memang tidak terdapat di ibukota Provinsi Kalimantan Barat ini.

Para tokoh pemuda Kampung Tambelan sangat berharap kepada Pemerintah Kota Pontianak agar kampung mereka dapat menjadi Kampung Wisata seperti kampung wisata lain yang berada di tepi Sungai Kapuas, Pontianak, yang kini sedang giat dibangun oleh Pemerintah Kota Pontianak sejak 2019 lalu.

Dengan adanya kampung wisata yang dilengkapi fasilitas penginapan di rumah berciri khas Rumah Melayu atau Rumah Panggung, maka perekonomian masyarakat sekitar akan meningkat. Mereka tidak lagi menganggur dan akan memperoleh penghasilan rutin dari kunjungan wisatawan.

Selain itu, dengan adanya Kampung Wisata maka masyarakat setempat akan mendapat pemasukan dari tarif parkir, berjualan oleh-oleh khas setempat, maupun mengadakan paket menarik yang dapat dilakukan wisatawan di tempat.

seperti membuat air serbat atau memasak membuat nasi lemak untuk dimakan di tempat, maupun belajar menyulam sendiri sarung bantal, guna mereka bawa pulang sebagai oleh-oleh. Tentu ini menjadi pengalaman tak terlupakan bagi para wisatawan lokal, maupun terutama dari luar Kalbar.

Para ibu dapat menyediakan paket saprahan (tradisi makan nasi dengan duduk berjejer di atas lantai dan beralaskan kain taplak) dengan menyajikan kuliner khas Melayu Pontianak dan juga paket masakan khas Timur Tengah seperti nasi kebuli  lengkap dengan lauk pauknya seperti semur daging, serta sayur dalcah.

Para wisatawan juga dapat menikmati upacara penyambutan khas Melayu seperti Tar serta syair dan pantun Melayu dari Pak Malik untuk menyambut kedatangan rombongan wisatawan maupun kunjungan dinas dari Pemerintah di kabupaten/kota lain di Kalbar.

No comments

Powered by Blogger.