Potret Kali Code dan kemiskinan Yogya
Alhinduan.Com-
Ada hal menarik yang saya amati sepanjang menonton film berjudul Jagad X Code (baca: Jagad Kali Code) ini. Film berdurasi
1 jam 34 menit 37 detik besutan sutradara Herwin Novianto ini mengambil setting
di kawasan padat dan miskin di Yogyakarta, Kali Code.
Potret Kali Code dan kemiskinan Yogya. Mungkin itu
pesan yang ingin disampaikan sutradara lewat film ini. Sepertinya sutradara
tahu betul bahwa setting atau lokasi syuting sangat menentukan jalan cerita
sebuah film.
Kali Code berlokasi di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan
Gondokusuman, Yogyakarta. Bantaran Kali Code membujur dari Jembatan Tungkak,
Jembatan Sayidan, Jembatan Juminahan, Jembatan Gondolayu, Jembatan Sarjito,
Jembatan Blunyah, Jembatan Ring Road Utara, Jembatan Dayu, dan Jembatan Plumbon.
Kenapa
mengambil setting di Kali Code bukan di ujung Bantul atau Gunung Kidul,
misalnya. Barangkali sebagai sindiran bahwa di pusat Kota Yogya, bukan di
pelosok, masih terdapat kawasan miskin dan padat, yang penduduknya banyak menganggur.
Saya
akhir 2017 lalu pernah berlibur ke Yogya. Tentu, sebagai ‘turis’ saya tidak
pernah ke-bahkan tidak tau-Kali Code. Saya hanya dibawa ke mall, melihat dan
berfoto di area UGM, belanja ke Malioboro, serta menonton pameran Bienalle dan
menonton festival film yang waktu itu diadakan di sana.
Mungkin
kalau di Jakarta, Kali Code mirip dengan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Lebih spesifik barangkali di Kelurahan Kali Anyar, Tambora, yang sempat-bahkan
mungkin masih-menjadi kawasan terpadat se-Asia Tenggara hingga kini. Hanya
jumlah penduduk Kali Code tidak sepadat Tambora, dan terlihat lebih bersih.
Tentang Film Jagad X Code
Film
bergenre komedi ini bercerita tentang tiga pemuda pengangguran dan lugu yakni Jagad
(diperankan oleh Ringgo agus Rahman), Bayu (diperankan oleh Mario Irinsyah) dan
Gareng (diperankan oleh Opi Bachtiar) yang tinggal di Kali Code, kawasan padat
dan miskin di Yogya. Saking sempitnya rumah, mereka memakai WC umum untuk buang
hajat dan mencuci pakaian di tempat cuci umum. Mirip seperti di Kali Anyar dan
Gang Venus, Tambora.
yang
agak aneh, untuk ukuran penduduk dewasa di kota semodern Yogya yang banyak kaum
terpelajar, di tahun 2009 (saat film itu diproduksi) masih ada yang tidak tahu
apa itu flashdisc. Kalau dia anak SD yang tinggal di pedalaman terpencil yang
tidak ada internet atau di perbatasan Kalbar-Sarawak, Malaysia, tidak tahu
flashdisc mungkin masih wajar.
Kalaupun
benar mereka tidak tahu sama sekali, mestinya mereka bisa pergi ke warnet yang
pasti di 2009 sangat banyak jumlahnya di Yogya, dan bertanya bagaimana cara
menggunakan internet, lalu mencari gambar flashdisc di internet. Kalau perlu
mem-print out gambar flashdisc dan mencocokkannya dengan barang yang ada di
dalam tas yang mereka curi.
Saya
justru penasaran dengan karakter tokoh Regina (diperankan oleh Tika Putri) seorang
kleptomania yang kaya. setelah menemukan flaschdisc yang berisi nama para
pelaku korupsi, termasuk ayah Regina, dia melaporkan ayahnya ke polisi.
Mestinya
karakter tokoh ini dieksporasi lebih jauh, kenapa dia sampai menjadi seorang
kleptomania. Apakah karena stres ditinggal pergi ibunya untuk selamanya dan tidak
punya teman dekat, atau seperti apa penyebabnya. Sangat aneh jika putri tunggal orang kaya mencuri hanya karena alasan 'lagi pengin saja'.
Satu-satunya
bagian paling lucu sepanjang film, menurut saya, adalah saat Gareng berjoget di
depan para pengamen yang memainkan perkusi, saat mereka kejar-kejaran dengan Semsar
(diperankan aktor gaek Tio Pakusadewo) dan anak buahnya.
Secara
keseluruhan, film ini cukup enak ditonton ditambah pesan moral yang diselipkan dalam film, agar
selalu jujur meski dalam kondisi miskin dan tidak beruntung. Adegan hiburan
topeng monyet yang muncul sebanyak dua kali di bagian awal dan akhir film juga
menunjukkan bahwa topeng monyet adalah hiburan murah meriah bagi anak-anak
Kali Code.
No comments