Mengenal Seni Pertunjukan Tradisional Mendu Malikian
Alhinduan.Com - Seni pertunjukan tradisional Mendu Malikian berasal dari Desa Malikian, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah (dulu bernama Kab. Pontianak) Kalimantan Barat.
silat khas Mendu Malikian |
Desa Malikian berjarak 12 kilometer dari pusat Kota
Mempawah, dan 78 kilometer dari Kota Pontianak. Dapat ditempuh lewat jalur
darat dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Desa Malikian berbatasan
dengan:
- Sebelah Barat
: Laut Natuna
- Sebelah Timur
: Desa Sekabuk
- Sebelah Utara
: Desa Semudun
- Sebelah
Selatan : Desa Sengkubang
Kata Mendu merujuk pada nama Dewa Mendu. Pada tahun 1851, tiga
pemuda dari Kampung/ Desa Malikian, Desa Semudun, Negeri Mempawah,
bernama Ahmad Antu, Ahmad, dan Ali Kapot (Nek Ketol), merantau ke Brunai
Darussalam.
Di sana, mereka menonton kesenian wayang Cina
(wayang Potehi) yang menampilkan kisah Dewa Mendu, putra Dewa Semadun dari
kayangan.
Tahun 1871, mereka pulang ke Malikian dengan
jalan darat melalui Sambas. Di kampung halaman mereka itu, mereka mengabdikan
diri dengan keahlian yang dipelajari dari Brunai.
Ahmad Antu mengajar pencak silat, Ahmad
memberantas buta huruf, dan Ali Kapot mengajar mengaji. Di waktu luang, mereka
mengajar murid-muridnya kesenian Mendu
yang mereka dapat dari Brunai.
Seni Mendu sudah ada di Malikian sejak 1935. Mendu
popular di Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat pada 1871 Masehi. Namun, Mendu
Kep. Riau dan Kalbar berbeda.
Perbedaan itu terletak pada setting panggung, syair/
ladon pembuka, dan gerakan silat. Seni Mendu merupakan perpaduan antara
kesenian Cina dan syair Melayu. Kuatnya pengaruh kebudayaan Cina/ Tionghoa ini
terdapat pada penggunaan dawat Cina bertuliskan huruf Mandarin.
Dari Pulau Penang, Malaysia, seni pertunjukan (teater)
tradisional Mendu berkembang ke selatan (Indonesia) yaitu Sumatera bagian timur
dan Kepulauan Riau. Di bagian timur, seni Mendu berkembang hingga ke Brunai dan
Kalimantan Barat.
Seni Mendu Malikian merupakan perpaduan unsur syair, lagu, musik, tari, dialog
antar tokoh, dan banyolan/ humor yang dibawakan dalam bahasa Melayu. Cerita
yang ditampilkan biasanya cerita tentang sejarah, dongeng, legenda, cerita lama,
dan hikayat 1001 malam.
MASA JAYA MENDU
Seni pertunjukan tradisional Mendu pernah mengalami masa pasang surut. Pada jaman kerajaan, seni Mendu tersebar dan berkembang hingga ke Pontianak, Sambas, Sanggau, Ketapang, Sungai Duri, Sekurak, Teluk Keramat dan Sukadana.
Di jaman pendudukan
Jepang, seni Mendu jarang dipentaskan dan nyaris punah.
Namun, Mendu bangkit
kembali pada 1978-1979 setelah adanya usaha menghidupkan kembali kesenian
Mendu, melalui diskusi dengan tokoh-tokoh tua kesenian Mendu di Mempawah.
Pada Maret 1980
kesenian Mendu mulai popular kembali dan sering dipentaskan di Pontianak serta
di beberapa kabupaten di Kalbar.
Kelompok seni teater
Mendu juga sering diutus oleh Kanwil Depdikbud Kalbar mengikuti festival
tingkat nasional di TIM dan TMII Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bandung,
Semarang, Nganjuk dan Banjarmasin.
Seni Mendu juga sering
tampil di Keraton Mempawah, terutama setiap tanggal 17 Agustus. Pemda
Kalbar juga pernah mengangkat seni
pertunjukan Mendu di TVRI Nasional melalui acara Cakra Budaya Nusantara
dengan durasi 60 menit dari tahun 1980-1984.
Cerita yang ditampilkan
berjudul Menghadang maut di Simpang Tiga, Ilham Maulana Permata Dewi, Panglima
Upari, dan Cembul Hikmat.
Pada saat Sataruddin
Ramli menjabat sebagai Kadis Pariwisata Kab. Pontianak, kelompok seni Mendu
juga mendapat bantuan sebesar Rp 3 juta untuk kostum panggung para pemain.
NASIB MENDU KINI
Kurangnya perhatian
pemerintah setempat ditambah minimnya minat generasi milenial Malikian untuk meneruskan Seni pertunjukan tradisional Mendu Malikian ini, membuat Mendu terancam punah.
semua foto merupakan koleksi pribadi Vivi Al Hinduan
No comments