Pojok Pustaka PTK di Antara Zine dan Musik

 Alhinduan.Com- Aldiman Leonardo Cighra Ananta Sinaga yang kerap disapa Diman, mulai mengelola Pojok Pustaka PTK miliknya, sejak tahun 2018. Pojok Pustaka PTK yang beralamat di Parklife Karimata ini semacam ruang kolaborasi dalam bentuk perpustakaan berisi buku dan zine. 


penulis bersama Aldiman Sinaga


Dikutip dari http://www.sangkakalam.com  kata zine berasal dari kata fanzine yang merupakan singkatan dari fan magazine untuk membedakannya dari majalah komersial. 

Fanzine berhubungan dengan hal-hal yang positif seperti informasi. Sebelumnya orang-orang menuliskan kata zine menggunakan apostrophe (’zine) untuk menunjukkan bahwa “fan” telah ditinggalkan, tetapi terus berevolusi menjadi sesuatu yang berbeda dari fanzine, apostrophe-nya dihilangkan. Sekarang hanya disebut “zine”.

Selain sebagai sebuah perpustakaan, Pojok Pustaka juga kerap melakukan kegiatan seperti diskusi (Bincang-Bincang Zine) review zine, diskusi dan pemutaran film (Sinema Pojokan). Diman menjelaskan, pojok pustaka buka setiap hari mulai jam 8 pagi-10 malam. Nonton bareng biasa diadakan sebulan sekali.

“Film yang pernah kami putar yakni sexy killer, more than work, get out, serta dokumenter Cheran tentang desa adat yang mandiri di Meksiko,” jelas pria berkaca mata ini.

Ada sekitar 100-an zine di Pojok Pustaka. Diman yang seorang musisi underground ini bahkan pernah membuat zine tentang musik yang diberi nama ’Suara Ptk” dan zine personal yang mirip diari atau blog versi cetak.  Saat ditanya, dia mengaku menyukai dua jenis zine,  personal dan musik.  Sebagai drummper di grup ROTA beraliran Punk Rock bareng dua temannya, dia juga pernah membuat lagu yang liriknya berasal dari zine.


Grup ROTA biasa tampil di acara komunitas  musik lokal Pontianak dan sudah membuat tujuh buah rilisan fisik. Saat ditanya jadwal rutin membuat album, Diman menjawab singkat, “Nggak ada jadwal tetap, kapan sempatnya saja.” 

Sebagian zine yang terdapat di Pojok Pustaka merupakan koleksi pribadi Diman dan sebagian barter dengan zine yang lain. Zine di sini berasal dari seluruh Indonesia dan luar negeri. “Saya pernah dikontak dari Yunani. Dia mau bikin zine tentang zine. Entah dari mana dia dapat email saya,” ujarnya takjub.


foto: koleksi pribadi


Mengenai minat baca, menurut Diman sebenarnya minat baca masyarakat cukup tinggi, ”Buktinya saya meletakkan belasan zine buatan saya (ukuran kecil) ke dalam gelas dan ditulis gratis, langsung laris diambil dan dibaca orang.”


Parklife Karimata di malam hari

Selama covid sudah enam kali Diman mengadakan diskusi online tentang zine dengan teman-teman  dari Yogya, Bandung, Bali, dan Medan lewat zoom. Diman mengatakan zine dibuat tidak bertujuan menyasar profit. Tapi di Amerika dan Australia malah ada kampus yang memberi mata kuliah tentang zine dan mereka punya perpustakaan khusus berisi zine.

 

Perkembangan Zine di Tanah Air

Diman mengatakan, di tanah air sendiri perkembangan zine justru tampak pada evolusi percetakan. Mulai dari menulis dengan pena di kertas fotokopian sederhana, bentuk majalah, hingga ada zine yang lembarannya terbuat dari plastik laminating, dan riso print (cetak riso) seperti contoh pada zine Asam Garam.

penulisdi Pojok Pustaka PTK


Diman berharap, Pojok Pustaka PTK tetap aktif dan mengembangkan apa yang telah dilakukan selama ini. Dia ingin sekali Pojok Pustaka PTK menjadi workshop untuk teman – teman bisa mencetak dan menerbitkan karya mereka sendiri.

“Sedang di bidang musik, saya berherap ke depan dan seterusnya, musik bisa menjadi alat yang memiliki daya ubah bagi individu dan komunitas yang lebih luas,” jelasnya.   

Saat ditanya, siapa tokoh zine Indonesia yang sangat ingin dia ajak ngobrol, Diman menyebut nama Ika Vantiani, seorang penulis zine personal dan zine visual asal Jakarta, bahkan pernah membuat perpustakaan zine bernama Peniti Pink.

 

 

No comments

Powered by Blogger.